Selasa, 10 Juni 2014

pendidikan anak berkebutuhan khusus

1.1. Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Suran & Rizzo (1979) menyebutkan ABK adalah : “Anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka adalah yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal sehingga memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.” Menurut Mangunsong (2009) menyebutkan ABK sebagai: ◦ Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. ◦ Perbedaannya meliputi : ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai hal tersebut. 1.2. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Pada umumnya ada 3 cara memberikan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, yaitu : 1. Segregasi Anak berkebutuhan khusus belajar dalam lingkungan yang berisi anak-anak berkebutuhan khusus juga. Jenisnya dapat berupa TKLB, SDLB, SMPLB, SMLB Kelemahan : a. Sering fokus pada apa yang tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat menimbulkan masalah konsep diri b. Anak cenderung terisolasi sehingga kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan belajar tentang perilaku dan ketrampilan yang tepat. 2. B. Integrasi Anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anak normal di sekolah regular. Bentuknya bermacam-macam: a. Integrasi dalam acara-acara tertentu b. Berada dalam satu kompleks sekolah namun dengan gedung & jadwal yang berbeda c. Memiliki jadwal istirahat yang sama tetapi tidak ada kegiatan bersama d. Anak belajar di kelas khusus dulu, setelah dianggap siap dipindahkan ke kelas reguler e. Anak ditetapkan di kelas reguler tetapi tanpa perhatian yang disesuaikan dengan kebutuhannya f. Belajar di kelas khusus dan sesekali bergabung dengan kelas reguler untuk mata pelajaran tertentu g. Belajar di kelas reguler dan sesekali bergabung dengan kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu 3. C. Inklusi Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sapon-Shevin (dalam O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. 1.2.1. Sekolah Luar Biasa Pendidikan luar biasa, seperti yang termuat dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 50: menjelaskan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus untuk dapat berperan aktif didalam masyarakat. Dalam PP No. 72 tahun 1991 dijelaskan bahwa : - Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.html). - Dalam penyelengaran pendidikan luar biasa, Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Biasa mengklasifikasikan pendidikan kedalam lima bidang, yaitu: a. SLB/A, untuk para tunanetra (buta) b. SLB/B, untuk para tunarungu – wicara (tuli-bisu) c. SLB/C, untuk para tunagrahita (cacat mental) d. SLB/D, untuk para tunadaksa (cacat tubuh) e. SLB/E, untuk para tunalaras (perilaku menyimpang) a. SLB/A (tunanetra) Sekolah ini diperuntukan bagi anak yang memiliki hambatan dalam fungsi penglihatannya. tunanetra apat digolongkan menjadi 2 yaitu : Buta total (blind) dan low vision. karna anak-anak yang masuk ke kelas ini memiliki keterbatasan dalam indra penglihatannya, makan pada proses belajar mengajar yang ditekankan pada anak-anak ini adalah indra pendengaran dan peraba. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra harus bersifat tactual dan bersuara. Contohnya : tulisan Braille, gambar timbul, rekaman suara, dll. Dan untuk membantu para tunanetra beraktivitas disekolah dan di masyarakat, mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Yaitu bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus untuk tunanetra). Untuk masuk ke SLB/A diperlukan keterangan dari dokter mata, umur sebaiknya 3 – 7 tahun dan tidak lebih dari 14 tahun. b. SLB/B (tunarungu) Sekolah ini diperuntukan bagi anak yang memiliki hambatan dalam fungsi pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Berikut klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran 1. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40db) 2. Gangguan pendengaran ringan (41-55db) 3. Gangguan pendengaran sedang (56-70db) 4. Gangguan pendengaran berat (71-90db) 5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (siatas 91db) Pengajaran yang dilakukan pada anak-anak berkebutuhan khusus ini adalah dengan bahasa isyarat yang sudah dipatenkan secara internasional. Untuk masuk ke SLB/B diperlukan keterangan dari dokter THT, umur sebaiknya 5 – 11 tahun. c. SLB/C (tunagrahita) Sekolah ini diperuntukan bagi anak yang memiliki hambatan dalam intelegensinya atau yang dengan kata lain anak-anak yang mengalami retradasi mental. Berikut adalah klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ : 1. Tunagrahita ringan ( mild) ;IQ : 51-70 Dapat menguasai ketrampilan praktis, membaca, & aritmatika s/d kls 3-6 SD dgn pendidikan khusus, dapat diarahkan pada konformitas social. 2. Tunagrahita sedang (moderate) ; IQ : 36-51 Dapat mempelajari komunikasi sederhana perawatan kesehatan dan keselamatan dasar, keterampilan tangan sederhana, tidak mengalami kemajuan dalam membaca dan aritmatika. 3. Tunagrahita berat (severe) ; IQ : 20-35 biasanya mampu berjalan tetapi memiliki ketidakmampuan yang spesifik, dapat mengerti pembicaraan& memberikan respon, tidak memiliki kemajuan dalam membaca & aritmatika. 4. Tunagrahita sangat berat (profound); IQ : dibawah 20 keterlambatan yang terlihat jelas dalam semua area perkembangan, memerlukan supervisi yang ketat, mungkin berespon terhadap pelatihan ketrampilan dengan menggunakan kaki, tangan, & rahang. Biasanya anak-anak yang mengalami retradasi mental ini akan diajarkan beberapa hal, tapi yang paling utama diajarkan adalah “Benah Diri” : mengurus diri, menolong diri, komunikasi dan sosialisasi. Untuk masuk ke SLB/C harus memiliki Keterangan IQ dari psikolog, keterangan dari sekolah terakhir dan umur sebaiknya 5,5 – 11 thn. d. SLB/D Sekolah ini diperuntukan bagi anak yang memiliki hambatan yang dikarenakan fisiknya yang kurang sempurna tapi memiliki IQ rata-rata ataupun dibawah rata-rata. Tunadaksa ringan jika memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat di tingkatkan melalui terapi. Dikatakan sedang jika memiliki keterbatasan motorik dan mengalani gangguan koordinasi sensorik. Dan dikatakan berat jika memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Untuk masuk ke kelas ini harus memiliki Keterangan IQ dari psikolog, keterangan dari sekolah terakhir dan umur sebaiknya 5,5 – 11 thn. e. SLB/E Sekolah ini diperuntukan bagi anak yang memiliki hambatan atau gangguan dalam menyalurkan emosi dan control social. Tuna laras biasanya menunjukkan prilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlangsung disekitarnya. Untuk masuk ke kelas ini anak harus mengalami kesulitan menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan, umur antara 6 – 18 tahun. DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus http://lidya-plb2011.blogspot.com/2011/10/apa-itu-pendidikan-luar-biasa.html Santrock, W John. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar